Tanpa Judul
Maaf saya tidak dapat menemukan judul yang tepat
untuk untaian kalimat yang hendak saya tulis
hari-hariku dipenuhi oleh suara-suara tak bergetar seperti kemarin ....
getaran itu semakin lama semakin sayup... perlahan
getaran itu melemah dan berhenti
seperti denyut nadi anak-anak ingusan
tak terdengar mereka oleh gesekan angin
Jika demokrasi adalah judul terindah bagi suatu bangsa
maka bangsaku hendak menggunakannya pula
mereka mengorbankan jiwa dengan sukarela atau dengan pesan
mereka sama-sama berdarah dan bahkan hilang oleh dahaga tanah
aliran sari-sari makanan kebebasan tak pernah sampai
tersebar ke seluruh tubuh
berhenti mereka di antara lembaran-lembaran kertas berstempel
Maaf jika hidupku adalah demokrasi
nampaknya ia tak punya judul lagi
kadang saya merasa sangat berharga dan ingin hidup
seperti jiwa Chairil Anwar
namun kadang saya menemukan ketidakbernilaian
yang mendorongku untuk mengakhiri hidup
the object of my affection telah mati
bersama judul tulisan-tulisan tentang demokrasi yang semakin kabur
VIRUS ITU NAMANYA MISKIN
Gawat…..
Sungguh Gawat
Kemiskinan itu bagai virus…
Dalam hitungan detik kita lihat betapa kemiskinan merajalela
Dalam hitungan menit kita rasa kemelaratan membabi buta
Di suatu tempat kita mendengar orang-orang mengejar rupiah
Yang disebar pesawat dari angkasa
Di tempat lain puluhan nyawa melayang demi uang tak seberapa
Perempuan tua, ibu muda tak peduli peluh mereka
Belum lagi....busung lapar...kurang gizi...
Ah...lagi-lagi itu...setumpuk berita dan pemandangan tidak sedap
Selalu menerpa telinga dan mata kita
Tetapi.......
Di tempat lain lagi..orang-orang sibuk menumpuk harta
Belanja dengan uang milik miskin papa
Berpesta pora di atas ak kaum duafa
Sungguh ironis...
Tak cukupkah semua itu membuka mata
Tak cukupkah semua itu membuka hati
Sudah butakah mata mereka..
Sudah tulikah telinga mereka..
Sudah tak punya hatikah mereka
Mau jadi apa negeri yang katanya kaya ini
Jika para pemimpinnya sibuk memikirkan diri dan kelompoknya
Mau jadi apa negeri yang katanya makmur ini
Kalau penguasanya sibuk menumpuk harta
Mau jadi apa negeri kita ini
Hanya kemiskinan yang kita dengar di mana-mana
Keyakinan
Kemana lagi kerdip mata ini harus kuikat
Toh tak layak jika aku hanya berdendang tanpa lagu
Hanya sekedar mempermainkan suara-suara hati
Toh kamu tentu tahu itu
Aku berani melangkah
Jika titian itu lempang
Dan arus kali itu kering
Sementara kamu tahu juga
Terlalu terjal jalan yang meski aku lalui
Terlalu dalam jurang yang meski aku turuni
Terlalu tinggi tebing yang meski aku daki
Terlalu luas samudera yang meski aku arungi
Tapi biarlah
Untuk sementara waktu kita jalani
Apa yang meski kita jalani
Tak usah berharap terlalu tinggi
Bukannya pasrah terhadap keadaan
Lebih dari itu kita mengerti akan keadaan
Aku yakin awal ada akhir
Aku yakin pangkal ada ujung
Semua akan bisa kita lewati
Pengadilan Diri Sendiri
Adakalanya setiap malam
Sebelum kita terlelap
Jiwa kita diambil yang kuasa
Karena tidur itu mati jiwa....
kita perlu mengkhisab
terhadap apa yang telah kita lakukan hari ini
Apakah kebaikan.....
Ataukan keburukan yang telah banyak kita lakukan
Jika kita timbang......lebih banyak mana
Kebaikankah atau sebaliknya...
Seandainya kebaikan yang banyak kita lakukan hari ini
Yakinlah bahwa dalam tidur kita akan ketemu tujuh bidadari
Yang akan mengitari kita dengan tujuh aroma wangi
Tapi ....
Jika keburukan yang banyak kita lakukan hari ini
Yakinlah juga bahwa dalam tidur kita akan bertemu
Ratusan hantu yang siap menerkam kita
Meluluhlantakkan raga kita
Adakalanya kita perlu mengkhisab diri sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar